Rabu, 04 April 2012

Ekonomi Syariah


Sharf dan Pembiayaan Multijasa
A.Penukaran (Al-Sharf)
1.Pengertian Al-Sharf
Al-Sharf secara bahasa berarti al-Ziyadah (tambahan) dan al'adl (seimbang).[1]Ash-Sharf kadang-kadang dipahami berasal dari kata Sharafa yang berarti membayar dengan penambahan.[2]
Dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa Ba'i Sharf adalah menjual mata uang dengan mata uang (emas dengan emas).[3] Adapun menurut istilah adalah sebagai berikut:
a)      Menurut istilah fiqh, al Sharf adalah jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai.
Seperti memperjualbelikan emas dengan emas atau emas dengan perak baik berupa perhiasan maupun mata uang. Praktek jual beli antar valuta asing (valas), atau penukaran antara mata uang sejenis.[4]
b)      Menurut Heri Sudarsono, Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya.[5]
c)      Menurut Tim Pengembangan Institut Bankir Indonesia, Sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip Sharf yang dibenarkan secara syari'ah.[6]

d)     Adapun menurut ulama fiqh Sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis.[7]

2.Dasar Hukum Al-Sharf
Fuqoha mengatakan bahwa kebolehan praktek al-Sharf didasarkan pada sejumlah hadis Nabi antara lain pendapat Jumhur yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Nafi', dari Abu Sa'id al-Khudri ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي سعيد الخدري. ان رسول الله صلى الله عليه وسلم: لاتبيعوا الذهب بالذهب إلامثلا بمثل، ولاتثفوابعضها على بعض، ولاتبيعوا الفضة بالفضة إلامثلا بمثل، ولاتثفوابعضها على بعض، ولا تبيعوا منها شيئا غا ئبابناجز. (مثفق علية)
Artinya: "Dari Abu Said al Khudzriy ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali dengan seimbang dan janganlah kamu memberikan sebagainya atas yang lain. Janganlah kamu menjual perak dengan perak kecuali dengan seimbang, dan janganlah kamu memberikan sebagainya atas yang lain. Janganlah kamu menjual dari padanya sesuatu yang tidak ada dengan sesuatu yang tunai (ada)". (H. Muttafaq Alaihi).[8]

Hadits diatas menunjukkan bahwa menjual emas dengan emas atau perak dengan perak itu tidak boleh kecuali sama dengan sama, tidak ada salah satunya melebih yang lain.
Dalam hadits Rasulullah SAW, yaitu:
وعن عبادة بن الصامث قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الذ هب بالذ هب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والثعيربالثعير، والتمربالتمر، والملح بالملح، مثلابمثلا، سواء بسواء، يدا بيد، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعواكيف سئتم اذا كان يذا بيد. (رواه مسلم)
Artinya: "Dari Ubadah bin Shamith ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan biji gandum, jagung centel dengan jagung centel, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama dengan sama, tunai dengan tunai, jika berbeda dari macam-macam ini semua maka juallah sekehendakmu apabila dengan tunai." (HR. Muslim).[9]
Hadits ini juga menerangkan enam macam jenis yang tidak boleh dijual kecuali dengan sama timbangannya dan tunai:
1.Emas dijual dengan emas
2.Perak dengan perak
3 Gandum dengan gandum
4.Jagung centel dengan jagung centel
5.Kurma dengan kurma
6.Garam dengan garam
Jika berlainan, misalnya emas dibeli dengan beras itu hukumannya boleh dengan syarat harus kontan.
Jumhur Fuqoha juga telah sepakat, bahwa emas atau perak yang sudah dicetak, juga masih lantakan atau sudah menjadi perhiasan, semuanya itu sama-sama dilarang menjualnya satu dengan yang lainnya memakai pelebihan. Kecuali mu’awiyah yang membolehkan pelebihan antara barang lantakan dengan barang yang sudah menjadi perhiasan, dengan alasan bertambahnya unsur kebiasaan.[10]

3.Syarat-Syarat Al-Sharf
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad al-Sharf adalah:
a)      Masing-masing pihak saling menyerah terimakan barang sebelum keduanya berpisah. Syarat ini untuk menghindarkan terjadinya riba nasi'ah. Jika keduanya atau salah satunya tidak menyerahkan barang sampai keduanya berpisah maka akad al-Sharf menjadi batal.
b)      Jika akad al-Sharf dilakukan atas barang sejenis maka harus setimbang, sekalipun keduanya berbeda kualitas atau model cetakannya.
c)      Khiyar syarat tidak berlaku dalam akad al-Sharf, karena akad ini sesungguhnya merupakan jual beli dua benda secara tunai. Sedang khiyar syarat mengindikasikan jual beli secara tidak tunai.[11]
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab fiqih sunnah, bahwa apabila berlangsung jual beli emas dengan emas atau gandum dengan gandum, ada dua syarat yang harus dipenuhi agar jual beli hukumnya sah, yaitu:
a)      Persamaan dalam kwantitas tanpa memperhatikan baik dan jelek, berdiri kepada hadits diatas dan yang diriwayatkan oleh muslim bahwa seorang mendatangi Rasulullah, dengan membawa sedikit kurma Rasullulah lalu mengatakan padanya:
ماهذا من تمرنا افقال الرجل: يارسول الله بعنا تمرناصاعين بصاع. فقال صلى الله عليه وسلم: ذلك الرباردوه ثم بيعو اتمرناثم اشتروالنا من هذا.
Artinya: "Ini bukanlah kurma kita." Orang tersebut berkata lagi: "Wahai Rasulullah, kami jual kurma kami sebanyak dua sha' dengan satu sha'." Rasulullah lantas bersabda lagi: "Yang demikian itu riba. Kembalikanlah, kemudian juallah kurma kita dengan setelah itu belilah untuk kita dari jenis ini".
b)      Tidak boleh menangguhkan salah satu barang, bahkan pertukaran harus dilaksanakan secepat mungkin.[12]
Adapun menurut para ulama, syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli mata uang adalah sebagai berikut:
c)      Pertukaran tersebut harus dilaksanakan secara tunai (spot) artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
d)     Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa.
e)      Harus dihindari jual beli bersyarat, misalnya A setuju membeli barang dari B haru ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang.
f)       Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
g)      Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau jual beli tanpa hak kepemilikan (bai al-alfudhuli).[13]

4.Praktek Sharf Berbasis Konvensional
 Praktek sharf yang terjadi di zaman modern bentuknya telah berkembang,  sehingga aturan yang ada di dalamnya pun lebih kompleks dari pada bentuk sharf pada zaman klasik.Teori sharf yang dikembangkan Islam tersebut, menyamai bentuk transaksi valas dalam ekonomi konvensional saat ini.Hal ini dapat dilihat dari pengertian dan bentuk-bentuk transakasi valas yang terjadi dalam ekonomi konvensional,di mana praktek tersebut terjadi di sebuah pasar yang dinamakan Pasar Valas.
            Pasar uang (Money Market) adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek,sedang pasar Valuta Asing (Foreign Exchage Market) adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga dalam suatu mata uang dengan melibatkan mata uang lain.[14]Transaksi dapat dilakukan oleh suatu badan/perusahaan atau secara perseorangan dengan berbagai tujuan.Dalam setiap kali melakukan transaksi valuta asing maka digunakan kurs (nilai tukar).Nilai tukar ini dapat berubah-ubah sesuai kondisi dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi dan politik.Pasar valuta asing terdapat di tiap Negara dan dalam praktiknya dapat dijangkau oleh setiap Negara dengan sarana telekomunikasi yang ada.
            Artikel-artikel yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah uang (money) dan uang kuasi (near money).Uang dan uang kuasi tidak lain daripada surat berharga (financial paper) yang mewakili uang di mana seseorang (atau perusahaan ) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain.Mata uang (currency),yaitu uang tunai yang ada di saku kita,merupakan bukti kewajiban pememrintah sejumlah uang itu kepada kita,sebagai pembawa mata uang tersebut.Treasury bill juga merupakan kewajiban pemerintah senilai ekuivalen sejumlah uang kepada pemilik bill tersebut.Bill tersebut baru dapat dibayar oleh pemerintah dalam bentuk tunai setelah lewatnya jangka waktu yang ditetapkan,yaitu pada tanggal jatuh tempo dokumen itu.Dalam kasus pertama,mata uang pemerintah adalah uang yang sebenarnya,sedangkan dalam kasus kedua,treasury bill hanyalah uang kuasi (near money).[15]
            Sebagimana penjelasan di atas dalam menjelaskan pasar uang, perlunya kita terlebih dahulu menunjuk perbandingan antara uang (currency) dengan treasury bill.Uang mampu menyediakan daya beli secara langsung sedangkan treasury bill menyediakan daya beli pada suatu waktu tertentu di masa yang akan datang.Pada Pasar Valuta Asing,terdapat tiga bentuk transaksi yang didasarkan pada adanya unsur waktu tersebut,yaitu :
1.Spot Market (Spot Tanasaction)
             Dalam transaksi spot biasanya penyerahan valas ditetapkan 2 hari kerja berikutnya.Misalnya kontrak jual beli valas ditutup tanggal 10 maka penyerahan dilakukan tanggal 12,namun apabila tanggal 12 hari minggu atau hari libur Negara asal (home countries),maka peyerahan dapat dilakukan pada hari berikutnya (eligible date) tanggal penyerahan seperti ini disebut value date.
            Ada 3 cara penyerahan dalam transaksi spot sebagai berikut :
a.Value today
            Di mana penyerahan dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan  tanggal (hari) dilakukannya transaksi.Penyerahan ini disebut juga cash settlement.Sebagai contoh transaksi dilakukan hari senin,maka penyerahannya juga dilakukan pada hari itu juga.
b.Value tomorrow
            Penyerahan dilakukan pada hari kerja berikutnya atau disebut one day settlement.Sebagai contoh transaksi terjadi pada hari senen tanggal 1 Mei,maka penyerahannya adalah pada hari selasa tangga 3 Mei.
c.value spot
            Penyerahan dilakukan 2 hari kerja setelah transaksi.Seperti contoh di atas di mana transaksi terjadi tanggal 1 Mei,penyerah dilakukan tanggal 3 Mei.




2.Transaksi Tunggak (Forwad Transaction)
Tansaksi pertukaran valuta asing dengan waktu penyerahan pada suatu tanggal tertentu di masa mendatang.Transaksi ini sering juga disebut transaksi berjangka,karena memiliki jangka waktu tertentu.Kurs ditetapkan pada waktu kontrak dilakukan,akan tetapi pembayarannya beberapa waktu mendatang sesuai dengan jangka waktunya.Akibat dibayar dengan jangka waktu,maka rate yang digunakan dalam transaksi forwad lebih tinggi dibandingkan dengan transaksi spot.Transaksi semacam ini disebut “premium” dan bila terjadi sebaliknya disebut,”discount”.
Transaksi forward sering dilakukan untuk pemagaran resiko atau (bedging) terhadap fluktuasi tingkat pertukaran (exchange rates).
Sebagai contoh jika seorang importir ingin menjamin pembayarannya dalam mata uang YEN JPN tanpa adanya kenaikan nilai tukar,maka dapat diatasi dengan transaksi forward contract.Dengan demikian akan terhindar dari kenaikan kurs yang terus naik atau dapat diminimalkan tingkat kerugiannya.Selain itu transaksi forwad terus juga dapat menjamin nilai tagihan bagi eksportir di masa sekarang.[16]
3.Transaksi Barter (Swap Transaction)
Kombinasi dari membeli dan menjual dua mata uang secara tunai yang diikuti dengan menjual dan membeli mata uang yang sama secar tunai dan tunggak,yaitu pembelian dan penjualan suatu mata uang terhadap mata uang lainya yang dilakukan secara bersamaan/simultan dengan batas waktu yang berbeda.[17]
            Bagaimana transaksi perdangangan valuta asing terjadi ?
            Ilustrasinya begini : Bila sebuah perusahaan di Indonesia mengekspor barang,misalnya ke Jepang,maka pertukaran valuta asing diperlukan.Karyawan pabrik atau pembuat jasa di Indonesia harus dibayar dengan mata uang local,rupiah.Sedangkan masyarakat yang mengkonsumsi barang dan jasa di Jepang hanya memiliki mata uang local,yen.
            Ada dua kemungkinan yang ditempuh guna memenuhi kebutuhan transaksi antara eksportir Indonesia dengan importir Jepang tersebut,yaitu :
·         Bila eksportir Indonesia mengeluarkan tagihan dalam rupiah,maka importer jepang harus menjual yen dan membeli rupiah untuk memnuhi tagihan tersebut.
·         Bila eksportir Indonesia dibayar dengan yen,maka mereka harus menjual yen dan membeli rupiah.
Maka kita lihat bahwa dalam mata uang apa pun invoice itu dikeluarkan,orang harus pergi ke Pasar Valuta Asing untuk menjual yen dan membeli rupiah.Untuk memenuhi kebutuhan transaksi ini di pasar,harus ada penawaran rupiah dan permintaan yen.[18]
D.Praktek sharf Berbasis Syariah
            Pasar valuta asing (ba’i ash-sharf) dapat dianalogikan dengan pertukaran antara emas dan perak.Tidak ada ketentuan-ketentuan khusus yang membatasi perdagangan tersebut,kecuali norma-norma syariah yang umum berlaku bagi perdagangan / pertukaran,yang antara lain sebagai berikut :
·         Pertukaran tersebut harus dilakukan dengan kontan (ba’i naqdan),artinya masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang yang dipertukarkan pada waktu yang bersamaan.
·         Motif pertukaran tersebut harus dalam rangka mendukung transaksi komersial,bukan dalam rangka spekulasi.
·         Harus dihindari adanya jual beli bersyarat.Dengan demikian transaksi currency swap (pure swap) antara dua pihak tidak dibenarkan.
·         Transaksi berjangka harus dilakukan antara pihak-pihak yang dapat dipastikan mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
·         Menjual suatu barang yang belum ditangan,dilarang.Oleh karena itu posisi short (oversold) dalam transaksi berjangkaharus dihindarkan.[19]
B.Pembiayaan Multijasa
          Penerapan prinsip syariah di dunia perbankan menjadi semakin berkembang dengan adanya berbagai jenis pelayanan jasa yang diberikan oleh bank kepada masyarakat.Perkembangan berbagai jenis jasa yang diberikan oleh bank tersebut diistilahkan sebagai Pembiayaan Multijasa.Di antara bentuk pembiayaan multijasa antara lain adalah transaksi pengiriman uang,penukaran uang (sharf),penerbitan bank garansi,penerbitan letter of credit,gadai emas (rahn),transaksi kartu kredit,dan lain sebagainya.
            Pada prinsipnya,pembiayaan multijasa ini mengacu kepada konsep ijarah (Ujrah),yang berarti pembayaran atas suatu jasa.Oleh karena itu,dalam pembiayaan multijasa,bank biasanya menggunakan akad ijarah atau akad kafalah ataupun gabungan dari kedua akad tersebut.Berbeda dengan ketentuan besarnya nisbah pada skema mudharabah ataupun musyarakah,besarnya ujrah yang ditetapkan oleh bank tidak boleh dalam bentuk prosentase,melainkan lansung dalam bentuk rupiah.Besarnya ujrah juga harus ditetapkan di muka dan dituangkan dalam akadnya.
1.Pengertian Pembiayan Multijasa
            Pengertian pembiayaan multijasa dapat dipahami dengan menelusuri Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang diterbitkan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia.
            Menurut Kodifikasi Produk Perbankan Syariah (2007:67) pembiayaan multijasa adalah sebagai berikut :
·         Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu berupa :
a)      Transaksi investasi dalam akad Mudharabah dan/atau Musyarakah.
b)      Transaksi sewa dalam akad Ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak milik dalam akad ijarah munthahiyah bi tamlik.
c)      Transaksi jual beli dalam akad Murabah, Salam, dan Istishna.
d)     Transaksi pinjam meminjam dalam akad Qardh.
e)      Transaksi multijasa dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah.Pembiayaan yang mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi hutang/kewajiban dan/atau menyelesaikan investasi mudharabah dan/atau musyarakah dan hasil pengelolaannya sesuai dengan akad.

·         Akad

a)      Ijarah: akad transaksi sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan / atau jasa antara pemilik obyek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik obyek sewa.  
b)      Kafalah: jenis jasa jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memnuhi kewajiban pihak kedua atau yang dijamin ( makfhul ‘anhu).

·         Fitur dan Mekanisme
Pembiayaan multijasa adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berupa transaksi multijasa dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi hutang /  kewajiban sesuai akad.
·         Tujuan dan Manfaat
a)      Bagi Bank
Melalui produk multijasa bank syariah mendapatkan kemudahan dalam mengelola likuiditasnya,karena dapat menyalurkan pembiayaan dengan memnuhi kebutuhan nasabah terhadap jasa-jasa yang dibenarkan secara syariah.
b)      Bagi Nasabah
Sebagai sumber dana bagi nasabah untuk kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu seperti pendidikan dan kesehatan dan jasa lainya yang dibenarkan secara syariah.
            Bedasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan multijasa adalah salah satu bentuk jasa keuangan dalam bidang pendidikan,kesehatan,pariwisata dan jasa lainya yang dibenarkan syariah dengan menggunakan akad ijarah dan kafalah berdasarkan kesepakatan atau persutujuan antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah untuk melunasi hutang / kewajibannya sesuai dengan akad.Untuk lebih jelasnya berikut adalah beberapa contoh transaksi multijasa yang ada di perbankan.[20]
A.Hiwalah
            Hiwalah adalah perpindahan utang atau piutang nasabah (muhal) ke bank (muhal alaihi).Atas bantuan bank untuk melunaskan piutang nasabah terlebih dahulu,bank dapat meminta pembayaran jasa kepada nasabah yang besarnya dengan memperhitungkan faktor risiko apabila piutang tersebut tidak tertagih.

1..Jenis Hiwalah[21]
a.Hiwalah Dain (Perpindahan Utang)
            Hiwalah dain adalah perpindahan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang juga berhutang kepadanya.Contohnya adalah si A memilki hutang kepada B,di lain pihak si A juga memilki piutang yang pernah diberikan kepada si C,dalam hal ini si A mengatakan kepada si B bahwa hutangnya akan dilunasi oleh si C dan juga berkata kepada si C bahwa utang yang ditanggunya itu agar diserahkan kepada si B.
b.Hiwalah Haqq (perpindahan piutang)
            Hiwalah haqq adalah perpindahan hak piutang dari seseorang kepada orang lain.Contoh yaitu ketika bank A memiliki piutang kapada debiturnya,PT Maju,sebasar Rp 111 miliar.Suatu saat,Bank A memiliki likuiditas yang kurang.Salah satu solusi yang diambil oleh pihak manajemen adalah “menjual” tagihan Bank A atas PT Maju kepada Bank lain.Dalam keadaan demikian,maka bentuk tersebut dikenal dengan hiwalah haqq.
            Akad hiwalah jenis ini dalam perkembangannya digunakan dalam konteks transaksi kartu kredit.Pemegang kartu yang berbelanja kapada pedagang dengan menggunakan kartu kredit sebenarnya memiliki utang kepada pedangang,namun pihak pedagang mengihkan hutang tersebut kepada bank penerbit kartu kredit.Setelah “ditalangi” oleh bank,selanjutnya pemegang kartu tidak harus membayar kepada pedangang lagi,melainkan harus membayar kepada bank penerbit kartu kredit yang bersangkutan.
            Bedasarkan Surat Edaran dari Bank Indonesia No.10/14/DPbs Maret 2008:
            “Pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Hawalah terdiri dari Hawalah Muthlaqah dan Hawalah Muqayyadah.Hawalah Muthlaqah ialah transaksi yang berfungsi untuk pengalihan utang dari pihak yang menimbulkan adanya dana keluar (cash out ) bank.Hawalah Muqayyadah ialah transaksi yang berfungsi untuk melakukan set off (penyelesaian) utang piutang di antara tiga pihak yang memiliki hubungan muamalah (utang-piutang) melalui transaksi pengalihan utang,serta tidak menimbulkanadanya dana keluar (cash out).
2.Rukun dan Syarat Hawalah
            Rukun hawalah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.12 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :[22]
a.Muhil,yaitu orang yang berutang.
b.Muhal atau Muhtal,yaitu orang yang berpiutang kepada muhil.
c.Muhal alahi,yaitu orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal.
c.Muhal bih,yaitu utang muhil kepada muhtal.
d.Shigat (sepakat atau ijab qabul).
B.Gadai (rahn) dalam Prinsip Pembiayaan Syariah
            Konsep gadai pada skema pembiayaan syariah pada dasarnya hampir sama dengan konsep gadai yang berlaku di masyarakat hukum adat sejak zaman dahulu.Dalam gadai,pemilik barang bertindak selaku debitur yang menggadaikan barang miliknya kepada kreditor.Dari hasil penggadaian barang tersebut,debitur memperoleh sejumlah uang dari kreditor.[23]
            Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 yang mengutip hadist nabi riwayat jamaah,kecuali Muslim dan Nasai,bahwa Nabi Saw.bersabda :
            “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya.Orang yang menggubakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatannya.”
1.Jenis Rahn
a.Rahn ‘iqar (Rahn Takmili/Tasjili)
            Merupakan bentuk gadai dengan barang yang digunakan hanya dipindahkan kepemilikannya,namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan digunakan oleh pemberi gadai.
b.Rahn Hiyazi
            Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep gadai baik dalam hukum adat maupun hukum positif.jadi,berbeda dengan Rahn Iqar yang hanya menyerahkan kepemilikan atas barang.Pada Rahn Hiyazi barang pun dikuasai oleh kreditor.
2.Prinsip Rahn
a.Kepemilikan tidak berpindah.
b.Pemindahan kepemilikan terjadi setelah ada wanprestasi.
c.Penerima gadai tidak boleh memanfaatkan barang tanpa seizing pemilik.
d.Jika penerima gadai memanfaatkan barang yang digadaikan,seluruh biaya menjadi tanggung jawab penerima gadai.
C.Letter of Credit (L/C) Impor Syariah
            Letter of credit (L/C Impor Syariah dalah surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu.Dalam kasus ini syariah dapat menggunakan bentuk akad :
a.Wakalah bil Ujrah
            Dalam hal ini bila sebuah PT memberikan kuasa (wakalah) kepada bank syariah untuk bertindak selaku wakil dan memberikan jaminan atas pemenuhan kewajiban pembayaran PT tersebut terhadap pemesanan sebuah barang yang dilakukan kepada Perusahaan yang ada diluar negeri.Karena jasanya dalam tugas tersebut, bank syariah berhak mendapatkan fee (ujrah) sejumlah tertentu.Apabila bank syariah bertindak semata-mata sebagai wakil nasabah dengan akad wakalah bil ujrah,nasabah harus memilki dana pada bank syariah yang jumlahnya sama dengan jumlah tagihan yang harus dipenuhinya.
            Apabial nasabah tidak memilki dana yang sama besarnya dengan jumlah tagihan yang harus dipenuhinya,antara bank syariah dengan PT tersebut dapat dijembatani dengan :
·         Skema Qardh
Bank akan memberikan penalangan pemabayaran langsung kepada Perusahaan luar negeri atas nama PT tersebut.Selanjuntnya PT tersebut dapat menggembalikan dana talangan (Qardh) tersebut baik secara tunai maupun secara mencicil,dengan atau tanpa ditambahkan biaya tertentu.
·         Skema Mudharabah
Dalam hal ini bank syariah bertindak selaku penyandang dana yang menyerahkan modal kepada nasabah (importir) sebesar harga barang yang diimpor.Akad yang digunakan dalam skema ini adalah akad wakalah bil ujrah yang dilanjutkan dengan akad mudharabah.
·         Skema Hawalah
Sebuah Perusahaan luar negeri dapat menagih kepada bank.Setelah bank memenuhi tangihan pembayaran,selanjuntnya nasabah wajib mengembalika dana take over tersebut kepada bank baik secara lansung atau mencicil.Dalam konsep ini akad yang dilakukan adalah akad wakalah bil ujrah dan akad kafalah.
            Atau tidak menggunakan tiga skema di atas dan bank syariah semata-mata bertindak selaku wakil dan bank yang menjamin pembayaran dari PT di Insonesia kepada Perusahaan di lur negeri.
·         Akad Kafalah
Dalam akad kafalah,bank syariah menjamin pihak luar negeri bahwa akan memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan pesanan yang dilakukannya.
1.Mekanisme L/C Impor Syariah
            Dalam transaksi L/C Impor Syariah,ada syarat yang harus dipenuhi :
1.      Syarat objek yang dijamin pembayaran oleh L/C Syariah.
Objek yang dijamin oleh L/C Syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut :
·         Transaksi merupakan kewajiban dari importir sendiri.Jadi,L/C Impor tidak boleh diterbitkan dalam hal-hal yang bukan memrupakan kewajiban importir,seperti untuk kegiatan konsumtif atau kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan penerbitan L/C importir tersebut.
·         Jelas nilai dan spesifikasinya,antara lain mata uang yang digunakan untuk pembayaran.
·         Objek yang dijamin tidak bertentangan dengan syariah atau tidak diharamkan.
2.      Penetapan Imbalan jasa (ujrah) bank.
Dalam menetapkan besarnya imbalan yang harus diterima oleh bank tidak boleh dalam bentuk presentase,melainkan harus dalam jumlah nominal yang tetap dan jumlah tersebut harus dinyatakan di awal.
3.      Nasabah harus memberikan dana yang sama dengan jumlah tagihan.
Atau,jika nasabah tidak memiliki dana,bank dapat memberikan dana talangan (Qardh) ataupun pembiayaan mudharabah dengan sistem pengembalian baik secar mencicil maupun secara tunai.


D.Garansi Bank dengan Skema Kafalah.
            Kafalah berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.10/14/DPbs Maret 2008 :
            “…Merupakan suatu pelayanan bank syariah di mana bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadpa pihak ketiga.Objek penjaminan dalam kafalah merupakan kewajiban pihak  yang meminta jaminan dengan nilai,jumlah dan spesifikasi yang jelas,serta tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan).Dalam pelaksanaan pemberian jaminan,bank syariah dapat meminta jaminan berupa cash collateral atau bentuk jaminan lainya atas nilai penjaminan dan bank dapat memperoleh imbalan atau fee atas jasa pemberian jaminan tersebut.”
            Dalam skema kafalah,bank memberikan jasa dengan bertindak selaku penjamin atas pemenuhan kewajiban (utang) nasabah kepada pihak ketiga,yang dikenal dengan istilah awam garansi bank.Pihak yang dijamin kemudian memberikan counter jaminan darinya sendiri dalam bentuk cash collateral (jaminan berupa uang tunai) atau bentuk jaminan lain yang besarnya nilai jaminan.Atas pemberian kafalah ini,bank syariah menerima imbalan atau fee (ujrah) yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nimonal tetap.Tidak dibolehkan apabila nominal dari barang yang dijamin jumlahnya berubah-ubah atau tidak sesuai dengan kesepakatan awal,kecuali dibuatkan kontrak baru.[24]
1.Jenis Kafalah
a.Al-kafalah bin Nafs (Personal Guarantee)
            Contoh Anto memiliki utang kepada Syarifa sebesar Rp 10.000.000,00.Syarifa menghendaki agar Anto memberikan jaminan terhadap pengembalian utangnya.Karena tidak memiliki jaminan yang bisa setiap saat diuangkan,Anto meminta Tenriagi menjadi penjaminnya.Apabila Tenriagi bertindak selaku penjamin bagi pelunasan utang Anto,setiap kali Anto terlambat membayar cicilan utangnya,Syarifa berhak untuk menagih utang Anto kepada Tenriagi terlebih dahulu.Setalah itu,Tenriagi bisa menagihkannya kepada Anto atau tidak sama sekali.Apabila ANto tidak membayar,Tenriagi yang akan melunasi utang-utang Anto.


b.Al-Kafalah Mu’alaqah/Kafalah Al-Munjazah
            PT GSM akan mengikuti tender pengadaan 100 unit computer di kabupaten Sawah Lunto Sumatera Barat.Dalam pengumuman tender,disebutkan bahwa salah satu persyaratannya adalah agar para peserta tender yang akan mengajukan penawaran harga juga menyertakan Jaminan Penawaran sebasar 2% dari nilai pengadaan barang,atau sebesar Rp 30 juta.Direksi PT GSM yang memilliki rekening di salah sati bank syariah membuat permohonan kepada bank untuk menerbitkan Kafalah al-Mu’alaqah.Bank setuju,dengan syarat PT GSM menaruh dana sebesar Rp 30 juta dalam rekening yang telah ditetapkan,dan selanjutnya memberikan kuasa kepada bank untuk mendebit rekening tersebut apabila terjadi suatu keadaan Kafalah tersebut harus dicairkan.Setelah menaruh dana dalam jumlah yang sama,dan PT GSM membayarkan sejumlah fee (ujrah) tertentu,maka terbitlah Garansi Bank.
            Walaupun pada awalanya bentuknya adalah jasa,apabila terjadi keadaan nasabah melakukan wanprestasi atas kewajibannya terhadap pihak ketiga sehingga kemudian pihak yang menerima jaminan “mencairkan” jaminan itu,bank garansi (kafalah) tersebut berubah menjajdi utang.Bank kemudian akan memenuhi kewajiban nasabah kepada pihak ketiga atas dasar Qardh (dana talangan),dan selanjutnya nasabah berutang kapada bank syariah yang wajib dikembalikan oleh nasabah baik secara tunai maupun dengan mencicil.[25]




[1] Ghufron A Mas'adi, Fiqh Muamalah Konstekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 149.
[2] Murtadho Muthahari, Ar-Riba Wa At-Ta'min, Terj. Irwan Kurniawan "Asuransi dan Riba", Bandung: Pustaka Hidayah, 1995, hlm. 219.
[3] M. Abdul Mujieb, et.al, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995, hlm. 34.
[4] Ghufron A. Mas'adi, loc.cit.
[5] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet Ke 3, Yogyakarta: Adipura, 2004, hlm. 78.
[6] Tim Pengembangan Perbankan Syari'ah Institut Bankir Indonesia, Bank Syari'ah: Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2001, hlm. 237.
[7] Gemala Dewi, et.al, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 98.
[8] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Terj. Abdurahman, Haris Abdullah” Bidayatul  Mujtahid”, Semarang: Asy-Syifa, 1990, hlm 145.
[9] Ibnu Hajr Al-Asqolani, Bulugh al-Maram, Terj. Muh Rifai, A. Qusyairi Misbah "Bulughul maram", Semarang: Wicaksana, 1989, hlm 479. 
[10] Ibnu Rusyd, op.cit, hlm. 146.
[11] Ghufron A. Mas'adi, op.cit., hlm. 150.
[12] Sayid Sabiq, al Fiqh al-Sunah XII, Terj. Kamaludin A. Marzuki, "Fiqh Sunnah", Bandung: Al Ma'arif, 1988, hlm. 123-124.
[13] Gemala Dewi, et.al, op.cit., hlm. 99.
[14] Zainul Arifin,Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah,Cet I,(AlvaBet : Jakarta,2002),h.199.
[15] Ibid,h.212.
[16] Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,Cet 6,(PT Raja Grafindo Persada:Jakarta),2005.h.239.
[17] Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Cet 6(,Perdana Media Group:Jakarta,2011),h.92.
[18] Zainul Arifin,Op.,Cit.
[19] Zainul Arifin,Memahami Bank Syariah,Cet III,(AlvaBet : Jakarta,2000),h.86.
[20] Irma Devita Purnama sari,dkk.,Akad Syariah,Cet I,(PT Mizan Pustaka : Bandung),2011,h.117-138.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Ibid.
[24] Ibid.
[25] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar