Sharf dan Pembiayaan Multijasa
A.Penukaran (Al-Sharf)
1.Pengertian Al-Sharf
Al-Sharf secara bahasa berarti al-Ziyadah (tambahan) dan
al'adl (seimbang).[1]Ash-Sharf
kadang-kadang dipahami berasal dari kata Sharafa yang berarti membayar dengan
penambahan.[2]
Dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa Ba'i Sharf adalah
menjual mata uang dengan mata uang (emas dengan emas).[3]
Adapun menurut istilah adalah sebagai berikut:
a) Menurut istilah fiqh, al Sharf
adalah jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara
tunai.
Seperti memperjualbelikan emas
dengan emas atau emas dengan perak baik berupa perhiasan maupun mata uang.
Praktek jual beli antar valuta asing (valas), atau penukaran antara mata uang
sejenis.[4]
b) Menurut Heri Sudarsono, Sharf adalah
perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli
mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang
yang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya
rupiah dengan dolar atau sebaliknya.[5]
c) Menurut Tim Pengembangan Institut
Bankir Indonesia, Sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya
untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip Sharf yang
dibenarkan secara syari'ah.[6]
d) Adapun menurut ulama fiqh Sharf
adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak
sejenis.[7]
2.Dasar Hukum Al-Sharf
Fuqoha
mengatakan bahwa kebolehan praktek al-Sharf didasarkan pada sejumlah hadis Nabi
antara lain pendapat Jumhur yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Nafi', dari
Abu Sa'id al-Khudri ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي سعيد الخدري. ان رسول الله صلى
الله عليه وسلم: لاتبيعوا الذهب بالذهب إلامثلا بمثل، ولاتثفوابعضها على بعض،
ولاتبيعوا الفضة بالفضة إلامثلا بمثل، ولاتثفوابعضها على بعض، ولا تبيعوا منها
شيئا غا ئبابناجز. (مثفق علية)
Artinya: "Dari Abu Said al Khudzriy ra, bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali
dengan seimbang dan janganlah kamu memberikan sebagainya atas yang lain.
Janganlah kamu menjual perak dengan perak kecuali dengan seimbang, dan
janganlah kamu memberikan sebagainya atas yang lain. Janganlah kamu menjual
dari padanya sesuatu yang tidak ada dengan sesuatu yang tunai (ada)".
(H. Muttafaq Alaihi).[8]
Hadits diatas menunjukkan bahwa menjual emas dengan emas
atau perak dengan perak itu tidak boleh kecuali sama dengan sama, tidak ada
salah satunya melebih yang lain.
Dalam hadits Rasulullah SAW, yaitu:
وعن عبادة بن الصامث قال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: الذ هب بالذ هب، والفضة بالفضة، والبر بالبر،
والثعيربالثعير، والتمربالتمر، والملح بالملح، مثلابمثلا، سواء بسواء، يدا بيد،
فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعواكيف سئتم اذا كان يذا بيد. (رواه مسلم)
Artinya: "Dari Ubadah bin Shamith ia berkata
bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: "Emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan biji gandum, jagung centel dengan jagung centel, kurma
dengan kurma, garam dengan garam, sama dengan sama, tunai dengan tunai, jika
berbeda dari macam-macam ini semua maka juallah sekehendakmu apabila dengan
tunai." (HR. Muslim).[9]
Hadits ini juga menerangkan enam macam jenis yang tidak
boleh dijual kecuali dengan sama timbangannya dan tunai:
1.Emas dijual dengan emas
2.Perak dengan perak
3 Gandum dengan gandum
4.Jagung centel dengan jagung centel
5.Kurma dengan kurma
6.Garam dengan garam
Jika berlainan, misalnya emas dibeli dengan beras itu
hukumannya boleh dengan syarat harus kontan.
Jumhur Fuqoha juga telah sepakat, bahwa emas atau perak yang
sudah dicetak, juga masih lantakan atau sudah menjadi perhiasan, semuanya itu
sama-sama dilarang menjualnya satu dengan yang lainnya memakai pelebihan.
Kecuali mu’awiyah yang membolehkan pelebihan antara barang lantakan dengan
barang yang sudah menjadi perhiasan, dengan alasan bertambahnya unsur
kebiasaan.[10]
3.Syarat-Syarat Al-Sharf
Persyaratan
yang harus dipenuhi dalam akad al-Sharf adalah:
a) Masing-masing pihak saling menyerah
terimakan barang sebelum keduanya berpisah. Syarat ini untuk menghindarkan
terjadinya riba nasi'ah. Jika keduanya atau salah satunya tidak menyerahkan
barang sampai keduanya berpisah maka akad al-Sharf menjadi batal.
b) Jika akad al-Sharf dilakukan atas
barang sejenis maka harus setimbang, sekalipun keduanya berbeda kualitas atau
model cetakannya.
c) Khiyar syarat tidak berlaku dalam
akad al-Sharf, karena akad ini sesungguhnya merupakan jual beli dua benda
secara tunai. Sedang khiyar syarat mengindikasikan jual beli secara tidak
tunai.[11]
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab fiqih sunnah, bahwa apabila
berlangsung jual beli emas dengan emas atau gandum dengan gandum, ada dua
syarat yang harus dipenuhi agar jual beli hukumnya sah, yaitu:
a) Persamaan dalam kwantitas tanpa
memperhatikan baik dan jelek, berdiri kepada hadits diatas dan yang
diriwayatkan oleh muslim bahwa seorang mendatangi Rasulullah, dengan membawa
sedikit kurma Rasullulah lalu mengatakan padanya:
ماهذا من تمرنا افقال الرجل: يارسول الله بعنا تمرناصاعين
بصاع. فقال صلى الله عليه وسلم: ذلك الرباردوه ثم بيعو اتمرناثم اشتروالنا من هذا.
Artinya: "Ini bukanlah kurma
kita." Orang tersebut berkata lagi: "Wahai Rasulullah, kami jual
kurma kami sebanyak dua sha' dengan satu sha'." Rasulullah lantas bersabda
lagi: "Yang demikian itu riba. Kembalikanlah, kemudian juallah kurma kita
dengan setelah itu belilah untuk kita dari jenis ini".
b) Tidak boleh menangguhkan salah satu
barang, bahkan pertukaran harus dilaksanakan secepat mungkin.[12]
Adapun menurut para ulama, syarat yang harus dipenuhi dalam
jual beli mata uang adalah sebagai berikut:
c) Pertukaran tersebut harus
dilaksanakan secara tunai (spot) artinya masing-masing pihak harus menerima
atau menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
d) Motif pertukaran adalah dalam rangka
mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa
antar bangsa.
e) Harus dihindari jual beli bersyarat,
misalnya A setuju membeli barang dari B haru ini dengan syarat B harus
membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang.
f) Transaksi berjangka harus dilakukan
dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang
dipertukarkan.
g) Tidak dibenarkan menjual barang yang
belum dikuasai atau jual beli tanpa hak kepemilikan (bai al-alfudhuli).[13]
4.Praktek Sharf
Berbasis Konvensional
Praktek sharf yang terjadi di zaman modern
bentuknya telah berkembang, sehingga
aturan yang ada di dalamnya pun lebih kompleks dari pada bentuk sharf pada
zaman klasik.Teori sharf yang dikembangkan Islam tersebut, menyamai bentuk
transaksi valas dalam ekonomi konvensional saat ini.Hal ini dapat dilihat dari
pengertian dan bentuk-bentuk transakasi valas yang terjadi dalam ekonomi
konvensional,di mana praktek tersebut terjadi di sebuah pasar yang dinamakan
Pasar Valas.
Pasar uang (Money Market) adalah pasar di mana
diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek,sedang pasar Valuta Asing (Foreign
Exchage Market) adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga
dalam suatu mata uang dengan melibatkan mata uang lain.[14]Transaksi
dapat dilakukan oleh suatu badan/perusahaan atau secara perseorangan dengan
berbagai tujuan.Dalam setiap kali melakukan transaksi valuta asing maka
digunakan kurs (nilai tukar).Nilai tukar ini dapat berubah-ubah sesuai kondisi
dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi
dan politik.Pasar valuta asing terdapat di tiap Negara dan dalam praktiknya
dapat dijangkau oleh setiap Negara dengan sarana telekomunikasi yang ada.
Artikel-artikel yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah
uang (money) dan uang kuasi (near money).Uang dan uang kuasi
tidak lain daripada surat berharga (financial paper) yang mewakili uang
di mana seseorang (atau perusahaan ) mempunyai kewajiban kepada orang (atau
perusahaan) lain.Mata uang (currency),yaitu uang tunai yang ada di saku
kita,merupakan bukti kewajiban pememrintah sejumlah uang itu kepada
kita,sebagai pembawa mata uang tersebut.Treasury bill juga merupakan
kewajiban pemerintah senilai ekuivalen sejumlah uang kepada pemilik bill tersebut.Bill
tersebut baru dapat dibayar oleh pemerintah dalam bentuk tunai setelah
lewatnya jangka waktu yang ditetapkan,yaitu pada tanggal jatuh tempo dokumen
itu.Dalam kasus pertama,mata uang pemerintah adalah uang yang
sebenarnya,sedangkan dalam kasus kedua,treasury bill hanyalah uang kuasi
(near money).[15]
Sebagimana penjelasan di atas dalam menjelaskan pasar
uang, perlunya kita terlebih dahulu menunjuk perbandingan antara uang
(currency) dengan treasury bill.Uang mampu menyediakan daya beli secara
langsung sedangkan treasury bill menyediakan daya beli pada suatu waktu
tertentu di masa yang akan datang.Pada Pasar Valuta Asing,terdapat tiga bentuk
transaksi yang didasarkan pada adanya unsur waktu tersebut,yaitu :
1.Spot Market (Spot
Tanasaction)
Dalam transaksi
spot biasanya penyerahan valas ditetapkan 2 hari kerja berikutnya.Misalnya
kontrak jual beli valas ditutup tanggal 10 maka penyerahan dilakukan tanggal
12,namun apabila tanggal 12 hari minggu atau hari libur Negara asal (home
countries),maka peyerahan dapat dilakukan pada hari berikutnya (eligible
date) tanggal penyerahan seperti ini disebut value date.
Ada 3 cara penyerahan dalam transaksi spot sebagai
berikut :
a.Value today
Di mana penyerahan dilakukan pada tanggal (hari) yang
sama dengan tanggal (hari) dilakukannya
transaksi.Penyerahan ini disebut juga cash settlement.Sebagai contoh
transaksi dilakukan hari senin,maka penyerahannya juga dilakukan pada hari itu
juga.
b.Value tomorrow
Penyerahan dilakukan pada hari kerja berikutnya atau
disebut one day settlement.Sebagai contoh transaksi terjadi pada hari
senen tanggal 1 Mei,maka penyerahannya adalah pada hari selasa tangga 3 Mei.
c.value spot
Penyerahan dilakukan 2 hari kerja setelah
transaksi.Seperti contoh di atas di mana transaksi terjadi tanggal 1
Mei,penyerah dilakukan tanggal 3 Mei.
2.Transaksi Tunggak (Forwad
Transaction)
Tansaksi
pertukaran valuta asing dengan waktu penyerahan pada suatu tanggal tertentu di
masa mendatang.Transaksi ini sering juga disebut transaksi berjangka,karena
memiliki jangka waktu tertentu.Kurs ditetapkan pada waktu kontrak dilakukan,akan
tetapi pembayarannya beberapa waktu mendatang sesuai dengan jangka
waktunya.Akibat dibayar dengan jangka waktu,maka rate yang digunakan
dalam transaksi forwad lebih tinggi dibandingkan dengan transaksi
spot.Transaksi semacam ini disebut “premium” dan bila terjadi sebaliknya
disebut,”discount”.
Transaksi
forward sering dilakukan untuk pemagaran resiko atau (bedging) terhadap
fluktuasi tingkat pertukaran (exchange rates).
Sebagai
contoh jika seorang importir ingin menjamin pembayarannya dalam mata uang YEN
JPN tanpa adanya kenaikan nilai tukar,maka dapat diatasi dengan transaksi forward
contract.Dengan demikian akan terhindar dari kenaikan kurs yang terus naik
atau dapat diminimalkan tingkat kerugiannya.Selain itu transaksi forwad terus
juga dapat menjamin nilai tagihan bagi eksportir di masa sekarang.[16]
3.Transaksi Barter (Swap
Transaction)
Kombinasi
dari membeli dan menjual dua mata uang secara tunai yang diikuti dengan menjual
dan membeli mata uang yang sama secar tunai dan tunggak,yaitu pembelian dan
penjualan suatu mata uang terhadap mata uang lainya yang dilakukan secara
bersamaan/simultan dengan batas waktu yang berbeda.[17]
Bagaimana transaksi perdangangan valuta asing terjadi ?
Ilustrasinya begini : Bila sebuah perusahaan di Indonesia
mengekspor barang,misalnya ke Jepang,maka pertukaran valuta asing
diperlukan.Karyawan pabrik atau pembuat jasa di Indonesia harus dibayar dengan
mata uang local,rupiah.Sedangkan masyarakat yang mengkonsumsi barang dan jasa
di Jepang hanya memiliki mata uang local,yen.
Ada dua kemungkinan yang ditempuh guna memenuhi kebutuhan
transaksi antara eksportir Indonesia dengan importir Jepang tersebut,yaitu :
·
Bila eksportir
Indonesia mengeluarkan tagihan dalam rupiah,maka importer jepang harus menjual
yen dan membeli rupiah untuk memnuhi tagihan tersebut.
·
Bila eksportir
Indonesia dibayar dengan yen,maka mereka harus menjual yen dan membeli rupiah.
Maka kita lihat bahwa
dalam mata uang apa pun invoice itu dikeluarkan,orang harus pergi ke
Pasar Valuta Asing untuk menjual yen dan membeli rupiah.Untuk memenuhi
kebutuhan transaksi ini di pasar,harus ada penawaran rupiah dan permintaan yen.[18]
D.Praktek sharf
Berbasis Syariah
Pasar valuta asing (ba’i ash-sharf) dapat
dianalogikan dengan pertukaran antara emas dan perak.Tidak ada
ketentuan-ketentuan khusus yang membatasi perdagangan tersebut,kecuali
norma-norma syariah yang umum berlaku bagi perdagangan / pertukaran,yang antara
lain sebagai berikut :
·
Pertukaran
tersebut harus dilakukan dengan kontan (ba’i naqdan),artinya masing-masing
pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang yang dipertukarkan
pada waktu yang bersamaan.
·
Motif pertukaran
tersebut harus dalam rangka mendukung transaksi komersial,bukan dalam rangka
spekulasi.
·
Harus dihindari
adanya jual beli bersyarat.Dengan demikian transaksi currency swap (pure
swap) antara dua pihak tidak dibenarkan.
·
Transaksi
berjangka harus dilakukan antara pihak-pihak yang dapat dipastikan mampu
menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
·
Menjual suatu
barang yang belum ditangan,dilarang.Oleh karena itu posisi short (oversold)
dalam transaksi berjangkaharus dihindarkan.[19]
B.Pembiayaan Multijasa
Penerapan prinsip syariah di dunia
perbankan menjadi semakin berkembang dengan adanya berbagai jenis pelayanan
jasa yang diberikan oleh bank kepada masyarakat.Perkembangan berbagai jenis
jasa yang diberikan oleh bank tersebut diistilahkan sebagai Pembiayaan
Multijasa.Di antara bentuk pembiayaan multijasa antara lain adalah transaksi
pengiriman uang,penukaran uang (sharf),penerbitan bank garansi,penerbitan letter
of credit,gadai emas (rahn),transaksi kartu kredit,dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya,pembiayaan multijasa ini mengacu kepada
konsep ijarah (Ujrah),yang berarti pembayaran atas suatu
jasa.Oleh karena itu,dalam pembiayaan multijasa,bank biasanya menggunakan akad
ijarah atau akad kafalah ataupun gabungan dari kedua akad tersebut.Berbeda
dengan ketentuan besarnya nisbah pada skema mudharabah ataupun
musyarakah,besarnya ujrah yang ditetapkan oleh bank tidak boleh dalam bentuk
prosentase,melainkan lansung dalam bentuk rupiah.Besarnya ujrah juga harus
ditetapkan di muka dan dituangkan dalam akadnya.
1.Pengertian Pembiayan
Multijasa
Pengertian pembiayaan multijasa dapat dipahami dengan
menelusuri Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang diterbitkan Bank Indonesia
dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia.
Menurut Kodifikasi Produk Perbankan Syariah (2007:67)
pembiayaan multijasa adalah sebagai berikut :
·
Definisi
Pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu
berupa :
a)
Transaksi
investasi dalam akad Mudharabah dan/atau Musyarakah.
b)
Transaksi sewa
dalam akad Ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak milik dalam akad ijarah
munthahiyah bi tamlik.
c)
Transaksi jual
beli dalam akad Murabah, Salam, dan Istishna.
d)
Transaksi pinjam
meminjam dalam akad Qardh.
e)
Transaksi
multijasa dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan nasabah.Pembiayaan yang mewajibkan nasabah
pembiayaan untuk melunasi hutang/kewajiban dan/atau menyelesaikan investasi
mudharabah dan/atau musyarakah dan hasil pengelolaannya sesuai dengan akad.
·
Akad
a)
Ijarah: akad
transaksi sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan / atau jasa antara pemilik
obyek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi
pemilik obyek sewa.
b)
Kafalah: jenis
jasa jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk
memnuhi kewajiban pihak kedua atau yang dijamin ( makfhul ‘anhu).
·
Fitur dan
Mekanisme
Pembiayaan
multijasa adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu berupa transaksi multijasa dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan
yang mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi hutang / kewajiban sesuai akad.
·
Tujuan dan
Manfaat
a)
Bagi Bank
Melalui
produk multijasa bank syariah mendapatkan kemudahan dalam mengelola
likuiditasnya,karena dapat menyalurkan pembiayaan dengan memnuhi kebutuhan
nasabah terhadap jasa-jasa yang dibenarkan secara syariah.
b)
Bagi Nasabah
Sebagai
sumber dana bagi nasabah untuk kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu seperti
pendidikan dan kesehatan dan jasa lainya yang dibenarkan secara syariah.
Bedasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan multijasa adalah salah satu bentuk jasa keuangan dalam bidang
pendidikan,kesehatan,pariwisata dan jasa lainya yang dibenarkan syariah dengan
menggunakan akad ijarah dan kafalah berdasarkan kesepakatan atau persutujuan
antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah untuk melunasi
hutang / kewajibannya sesuai dengan akad.Untuk lebih jelasnya berikut adalah
beberapa contoh transaksi multijasa yang ada di perbankan.[20]
A.Hiwalah
Hiwalah adalah perpindahan utang atau piutang nasabah
(muhal) ke bank (muhal alaihi).Atas bantuan bank untuk melunaskan piutang
nasabah terlebih dahulu,bank dapat meminta pembayaran jasa kepada nasabah yang
besarnya dengan memperhitungkan faktor risiko apabila piutang tersebut tidak
tertagih.
1..Jenis Hiwalah[21]
a.Hiwalah Dain
(Perpindahan Utang)
Hiwalah dain adalah perpindahan utang dari orang yang
berhutang kepada orang lain yang juga berhutang kepadanya.Contohnya adalah si A
memilki hutang kepada B,di lain pihak si A juga memilki piutang yang pernah diberikan
kepada si C,dalam hal ini si A mengatakan kepada si B bahwa hutangnya akan
dilunasi oleh si C dan juga berkata kepada si C bahwa utang yang ditanggunya
itu agar diserahkan kepada si B.
b.Hiwalah Haqq
(perpindahan piutang)
Hiwalah haqq adalah perpindahan hak piutang dari
seseorang kepada orang lain.Contoh yaitu ketika bank A memiliki piutang kapada
debiturnya,PT Maju,sebasar Rp 111 miliar.Suatu saat,Bank A memiliki likuiditas
yang kurang.Salah satu solusi yang diambil oleh pihak manajemen adalah “menjual”
tagihan Bank A atas PT Maju kepada Bank lain.Dalam keadaan demikian,maka bentuk
tersebut dikenal dengan hiwalah haqq.
Akad hiwalah jenis ini dalam perkembangannya digunakan
dalam konteks transaksi kartu kredit.Pemegang kartu yang berbelanja kapada
pedagang dengan menggunakan kartu kredit sebenarnya memiliki utang kepada
pedangang,namun pihak pedagang mengihkan hutang tersebut kepada bank penerbit
kartu kredit.Setelah “ditalangi” oleh bank,selanjutnya pemegang kartu tidak
harus membayar kepada pedangang lagi,melainkan harus membayar kepada bank
penerbit kartu kredit yang bersangkutan.
Bedasarkan Surat Edaran dari Bank Indonesia No.10/14/DPbs
Maret 2008:
“Pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Hawalah
terdiri dari Hawalah Muthlaqah dan Hawalah Muqayyadah.Hawalah Muthlaqah ialah
transaksi yang berfungsi untuk pengalihan utang dari pihak yang menimbulkan
adanya dana keluar (cash out ) bank.Hawalah Muqayyadah ialah transaksi yang
berfungsi untuk melakukan set off (penyelesaian) utang piutang di antara tiga
pihak yang memiliki hubungan muamalah (utang-piutang) melalui transaksi
pengalihan utang,serta tidak menimbulkanadanya dana keluar (cash out).
2.Rukun dan Syarat
Hawalah
Rukun hawalah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.12
Tahun 2000 adalah sebagai berikut :[22]
a.Muhil,yaitu orang
yang berutang.
b.Muhal atau
Muhtal,yaitu orang yang berpiutang kepada muhil.
c.Muhal alahi,yaitu
orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal.
c.Muhal bih,yaitu utang
muhil kepada muhtal.
d.Shigat (sepakat atau
ijab qabul).
B.Gadai (rahn)
dalam Prinsip Pembiayaan Syariah
Konsep gadai pada skema pembiayaan syariah pada dasarnya
hampir sama dengan konsep gadai yang berlaku di masyarakat hukum adat sejak
zaman dahulu.Dalam gadai,pemilik barang bertindak selaku debitur yang
menggadaikan barang miliknya kepada kreditor.Dari hasil penggadaian barang
tersebut,debitur memperoleh sejumlah uang dari kreditor.[23]
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
25/DSN-MUI/III/2002 yang mengutip hadist nabi riwayat jamaah,kecuali Muslim dan
Nasai,bahwa Nabi Saw.bersabda :
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki
dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biayanya.Orang yang menggubakan kendaraan dan memerah
susu tersebut wajib menanggung biaya perawatannya.”
1.Jenis Rahn
a.Rahn ‘iqar (Rahn
Takmili/Tasjili)
Merupakan bentuk gadai dengan barang yang digunakan hanya
dipindahkan kepemilikannya,namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan
digunakan oleh pemberi gadai.
b.Rahn Hiyazi
Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep
gadai baik dalam hukum adat maupun hukum positif.jadi,berbeda dengan Rahn Iqar
yang hanya menyerahkan kepemilikan atas barang.Pada Rahn Hiyazi barang pun
dikuasai oleh kreditor.
2.Prinsip Rahn
a.Kepemilikan tidak
berpindah.
b.Pemindahan
kepemilikan terjadi setelah ada wanprestasi.
c.Penerima gadai tidak
boleh memanfaatkan barang tanpa seizing pemilik.
d.Jika penerima gadai
memanfaatkan barang yang digadaikan,seluruh biaya menjadi tanggung jawab
penerima gadai.
C.Letter of Credit
(L/C) Impor Syariah
Letter of credit (L/C Impor Syariah dalah surat
pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank atas
permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu.Dalam kasus ini
syariah dapat menggunakan bentuk akad :
a.Wakalah bil Ujrah
Dalam hal ini bila sebuah PT memberikan kuasa (wakalah)
kepada bank syariah untuk bertindak selaku wakil dan memberikan jaminan atas
pemenuhan kewajiban pembayaran PT tersebut terhadap pemesanan sebuah barang
yang dilakukan kepada Perusahaan yang ada diluar negeri.Karena jasanya dalam
tugas tersebut, bank syariah berhak mendapatkan fee (ujrah) sejumlah
tertentu.Apabila bank syariah bertindak semata-mata sebagai wakil nasabah
dengan akad wakalah bil ujrah,nasabah harus memilki dana pada bank syariah yang
jumlahnya sama dengan jumlah tagihan yang harus dipenuhinya.
Apabial nasabah tidak memilki dana yang sama besarnya
dengan jumlah tagihan yang harus dipenuhinya,antara bank syariah dengan PT
tersebut dapat dijembatani dengan :
·
Skema Qardh
Bank
akan memberikan penalangan pemabayaran langsung kepada Perusahaan luar negeri
atas nama PT tersebut.Selanjuntnya PT tersebut dapat menggembalikan dana
talangan (Qardh) tersebut baik secara tunai maupun secara mencicil,dengan atau
tanpa ditambahkan biaya tertentu.
·
Skema Mudharabah
Dalam
hal ini bank syariah bertindak selaku penyandang dana yang menyerahkan modal
kepada nasabah (importir) sebesar harga barang yang diimpor.Akad yang digunakan
dalam skema ini adalah akad wakalah bil ujrah yang dilanjutkan dengan akad
mudharabah.
·
Skema Hawalah
Sebuah
Perusahaan luar negeri dapat menagih kepada bank.Setelah bank memenuhi tangihan
pembayaran,selanjuntnya nasabah wajib mengembalika dana take over tersebut
kepada bank baik secara lansung atau mencicil.Dalam konsep ini akad yang
dilakukan adalah akad wakalah bil ujrah dan akad kafalah.
Atau tidak menggunakan tiga skema di
atas dan bank syariah semata-mata bertindak selaku wakil dan bank yang menjamin
pembayaran dari PT di Insonesia kepada Perusahaan di lur negeri.
·
Akad Kafalah
Dalam
akad kafalah,bank syariah menjamin pihak luar negeri bahwa akan memenuhi
kewajiban pembayaran sesuai dengan pesanan yang dilakukannya.
1.Mekanisme L/C Impor
Syariah
Dalam transaksi L/C Impor Syariah,ada syarat yang harus
dipenuhi :
1.
Syarat objek
yang dijamin pembayaran oleh L/C Syariah.
Objek
yang dijamin oleh L/C Syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut :
·
Transaksi
merupakan kewajiban dari importir sendiri.Jadi,L/C Impor tidak boleh
diterbitkan dalam hal-hal yang bukan memrupakan kewajiban importir,seperti
untuk kegiatan konsumtif atau kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan
penerbitan L/C importir tersebut.
·
Jelas nilai dan
spesifikasinya,antara lain mata uang yang digunakan untuk pembayaran.
·
Objek yang
dijamin tidak bertentangan dengan syariah atau tidak diharamkan.
2.
Penetapan
Imbalan jasa (ujrah) bank.
Dalam
menetapkan besarnya imbalan yang harus diterima oleh bank tidak boleh dalam
bentuk presentase,melainkan harus dalam jumlah nominal yang tetap dan jumlah
tersebut harus dinyatakan di awal.
3.
Nasabah harus
memberikan dana yang sama dengan jumlah tagihan.
Atau,jika
nasabah tidak memiliki dana,bank dapat memberikan dana talangan (Qardh) ataupun
pembiayaan mudharabah dengan sistem pengembalian baik secar mencicil maupun
secara tunai.
D.Garansi Bank dengan
Skema Kafalah.
Kafalah berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
No.10/14/DPbs Maret 2008 :
“…Merupakan suatu pelayanan bank syariah di mana bank
bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadpa
pihak ketiga.Objek penjaminan dalam kafalah merupakan kewajiban pihak yang meminta jaminan dengan nilai,jumlah dan
spesifikasi yang jelas,serta tidak bertentangan dengan syariah (tidak
diharamkan).Dalam pelaksanaan pemberian jaminan,bank syariah dapat meminta
jaminan berupa cash collateral atau bentuk jaminan lainya atas nilai penjaminan
dan bank dapat memperoleh imbalan atau fee atas jasa pemberian jaminan
tersebut.”
Dalam skema kafalah,bank memberikan jasa dengan bertindak
selaku penjamin atas pemenuhan kewajiban (utang) nasabah kepada pihak
ketiga,yang dikenal dengan istilah awam garansi bank.Pihak yang dijamin
kemudian memberikan counter jaminan darinya sendiri dalam bentuk cash
collateral (jaminan berupa uang tunai) atau bentuk jaminan lain yang
besarnya nilai jaminan.Atas pemberian kafalah ini,bank syariah menerima imbalan
atau fee (ujrah) yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah
nimonal tetap.Tidak dibolehkan apabila nominal dari barang yang dijamin
jumlahnya berubah-ubah atau tidak sesuai dengan kesepakatan awal,kecuali
dibuatkan kontrak baru.[24]
1.Jenis Kafalah
a.Al-kafalah bin
Nafs (Personal Guarantee)
Contoh Anto memiliki utang kepada Syarifa sebesar Rp 10.000.000,00.Syarifa
menghendaki agar Anto memberikan jaminan terhadap pengembalian utangnya.Karena
tidak memiliki jaminan yang bisa setiap saat diuangkan,Anto meminta Tenriagi
menjadi penjaminnya.Apabila Tenriagi bertindak selaku penjamin bagi pelunasan utang
Anto,setiap kali Anto terlambat membayar cicilan utangnya,Syarifa berhak untuk
menagih utang Anto kepada Tenriagi terlebih dahulu.Setalah itu,Tenriagi bisa
menagihkannya kepada Anto atau tidak sama sekali.Apabila ANto tidak
membayar,Tenriagi yang akan melunasi utang-utang Anto.
b.Al-Kafalah
Mu’alaqah/Kafalah Al-Munjazah
PT GSM akan mengikuti tender pengadaan 100 unit computer
di kabupaten Sawah Lunto Sumatera Barat.Dalam pengumuman tender,disebutkan
bahwa salah satu persyaratannya adalah agar para peserta tender yang akan
mengajukan penawaran harga juga menyertakan Jaminan Penawaran sebasar 2% dari
nilai pengadaan barang,atau sebesar Rp 30 juta.Direksi PT GSM yang memilliki
rekening di salah sati bank syariah membuat permohonan kepada bank untuk menerbitkan
Kafalah al-Mu’alaqah.Bank setuju,dengan syarat PT GSM menaruh dana
sebesar Rp 30 juta dalam rekening yang telah ditetapkan,dan selanjutnya
memberikan kuasa kepada bank untuk mendebit rekening tersebut apabila terjadi
suatu keadaan Kafalah tersebut harus dicairkan.Setelah menaruh dana
dalam jumlah yang sama,dan PT GSM membayarkan sejumlah fee (ujrah)
tertentu,maka terbitlah Garansi Bank.
Walaupun pada awalanya bentuknya adalah jasa,apabila
terjadi keadaan nasabah melakukan wanprestasi atas kewajibannya terhadap pihak
ketiga sehingga kemudian pihak yang menerima jaminan “mencairkan” jaminan
itu,bank garansi (kafalah) tersebut berubah menjajdi utang.Bank kemudian
akan memenuhi kewajiban nasabah kepada pihak ketiga atas dasar Qardh (dana
talangan),dan selanjutnya nasabah berutang kapada bank syariah yang wajib
dikembalikan oleh nasabah baik secara tunai maupun dengan mencicil.[25]
[1]
Ghufron A Mas'adi, Fiqh Muamalah Konstekstual,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 149.
[2] Murtadho Muthahari, Ar-Riba
Wa At-Ta'min, Terj. Irwan Kurniawan "Asuransi dan Riba",
Bandung: Pustaka Hidayah, 1995, hlm. 219.
[3] M. Abdul Mujieb, et.al, Kamus Istilah
Fiqh, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995, hlm. 34.
[4] Ghufron A. Mas'adi, loc.cit.
[5] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, Cet Ke 3, Yogyakarta: Adipura, 2004, hlm. 78.
[6] Tim Pengembangan Perbankan Syari'ah
Institut Bankir Indonesia, Bank Syari'ah: Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional, Jakarta: Djambatan, 2001, hlm. 237.
[7] Gemala Dewi, et.al, Hukum Perikatan Islam
di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 98.
[8]
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Terj. Abdurahman, Haris Abdullah”
Bidayatul Mujtahid”, Semarang:
Asy-Syifa, 1990, hlm 145.
[9]
Ibnu Hajr Al-Asqolani, Bulugh al-Maram, Terj. Muh Rifai, A. Qusyairi Misbah
"Bulughul maram", Semarang: Wicaksana, 1989, hlm 479.
[10]
Ibnu Rusyd, op.cit, hlm. 146.
[11]
Ghufron A. Mas'adi, op.cit., hlm. 150.
[12]
Sayid Sabiq, al Fiqh al-Sunah XII, Terj. Kamaludin A. Marzuki, "Fiqh
Sunnah", Bandung: Al Ma'arif, 1988, hlm. 123-124.
[13]
Gemala Dewi, et.al, op.cit., hlm. 99.
[14]
Zainul Arifin,Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah,Cet I,(AlvaBet :
Jakarta,2002),h.199.
[15]
Ibid,h.212.
[16]
Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,Cet 6,(PT Raja Grafindo
Persada:Jakarta),2005.h.239.
[17]
Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Cet 6(,Perdana Media
Group:Jakarta,2011),h.92.
[18]
Zainul Arifin,Op.,Cit.
[19]
Zainul Arifin,Memahami Bank Syariah,Cet III,(AlvaBet :
Jakarta,2000),h.86.
[20]
Irma Devita Purnama sari,dkk.,Akad Syariah,Cet I,(PT Mizan Pustaka :
Bandung),2011,h.117-138.
[21]
Ibid.
[22]
Ibid.
[23]
Ibid.
[24]
Ibid.
[25]
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar